Harapan Perekonomian 2016



Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merilis Laporan Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan Triwulan IV 2015. Dalam laporan tersebut, LPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan membaik dari 4,8 persen pada 2015 menjadi 5,3 persen pada 2016. Namun, angka ini masih di bawah prediksi pemerintah sebesar 5,8 persen sampai 6,2 persen. "Perbaikan pertumbuhan ekonomi terutama berasal dari kenaikan permintaan domestik," tulis laporan tersebut dalam situs resmi LPS, Jakarta, Jumat (8/1).
Sedangkan, rata-rata inflasi diprediksi mencapai 4,3 persen pada 2016 dengan posisi akhir tahun di 4,5 persen. BI rate, pada akhir 2016 diproyeksikan sebesar 7,5 persen. Rata-rata nilai tukar Rupiah pada 2016 diprediksi stabil pada kisaran Rp 14.000/USD.  Dari penilaian sementara, Indeks Stabilitas Perbankan (Banking Stability Index, BSI) LPS dalam observasi bulan November 2015 berada pada level 100,51 yang menunjukkan bahwa kondisi risiko industri perbankan Indonesia berada dalam status 'normal'.
Dalam draf nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016, pemerintah memasang target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8-6,2 persen. Bank Indonesia punya pandangan berbeda. BI lebih pesimis dengan prediksi pertumbuhan ekonomi tahun depan lebih rendah dari target pemerintah. Gubernur BI Agus Martowardojo menuturkan, dari perhitungan, pertumbuhan ekonomi tahun depan belum menembus 6 persen. "Mungkin kami masih belum lewat dari 6 persen," kata Agus di Jakarta, Rabu (20/5).
Agus Marto menuturkan, rendahnya prediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini versi BI banyak dipengaruhi berbagai hal, salah satunya harga komoditas andalan yang rendah. "Harga komoditi yang pada tahun 2015 masih terkoreksi dengan perkiraan 5 persen hingga akhir tahun, ternyata perkiraannya akan turun lagi sampai 11 persen," ujarnya. Walau lebih rendah, bank sentral sesumbar tahun depan merupakan waktu kembalinya gairah ekonomi tanah air. Sebab Agus memprediksi justru lebih baik dibanding tahun ini.
Agus tak menampik bakal banyak tantangan dalam pertumbuhan ekonomi tahun 2016. "Tapi tentu nanti saat pembahasan pertemuan awal pemerintah dengan DPR, kami akan menyampaikan lebih detail terkait perkiraan 2016," terangnya. Namun disisi lain Bank Indonesia (BI) memperingatkan beberapa faktor global yang akan ‎menghantui perekonomian Indonesia tahun depan. Faktor tersebut, rencana kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserves, pelemahan ekonomi China, penurunan harga komoditas dan potensi keluarnya aliran modal dari Indonesia ke negara lain.
Gubernur BI, Agus DW Martowardojo mengungkapkan, perekonomian Amerika Serikat (AS) dalam kondisi rendah atau mendekati nol persen selama 7 tahun. Selama itu pula, AS telah menggelontorkan dana hingga US$ 3,5 triliun untuk memulihkan perekonomiannya. Setelah melihat faktanya perekonomian AS meningkat, Fed Fund Rate (FFR) berencana naik di akhir tahun ini. "Tapi yang perlu diwaspadai adalah kondisi perekonomian China yang mengalami penurunan terus selama 2 tahun terakhir dari sebelumnya bertumbuh rata-rata 10,4 persen‎ selama 10 tahun. Dalam 5 tahun ke depan, pertumbuhan ekonomi China bahkan diprediksi hanya 6,5 persen dan bisa lebih rendah," ujarnya di acara Kompas CEO Forum, Jakarta, Kamis (26/11/2015).
Lebih jauh dijelaskan Agus, kondisi pelemahan ekonomi China akan mengganggu pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Mantan Menteri Keuangan itu menghitung, pertumbuhan ekonomi akan terkoreksi 0,4-0,6 persen apabila pertumbuhan ekonomi China turun 1 persen. Hal lain yang perlu diwaspadai, katanya, pengumuman Renminbi China sebagai mata uang internasional pada akhir November ini. Pasalnya langkah Renminbi menjadi salah satu mata uang dunia, artinya pengelolaan capital account China terbuka dan pengelolaan moneter independen.
"Jadi ada kemungkinan ‎Renminbi bisa dilemahkan lagi. Karena ketika Renminbi dilemahkan 2-3 persen, dampaknya cukup besar. Kita harus siap jika Renminbi lebih fleksibel dan ekonomi melemah," paparnya. Indonesia, diakui Agus, mesti berhati-hati dengan pelemahan harga komoditas mengingat terjadi defisit transaksi berjalan selama 3 tahun akibat harga jual komoditas yang turun. Ia memperkirakan, harga komoditas merosot rata-rata 11 persen di tahun ini. Namun faktanya anjlok 15 persen.
"Sedangkan prediksi tahun depan, harga komoditas menurun 5 persen, meskipun proyeksi dunia turun 9 persen di 2016 sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia yang diperkirakan terkoreksi dari ramalan 3,5 persen-3,6 persen di tahun depan," paparnya. Kondisi ini, lanjut Agus, akan diiringi dengan pelonggaran moneter di Jepang, Eropa lewat penggelontoran dana di saat AS mengambil kebijakan pengetatan moneter. ‎"Jadi kita perlu hati-hati, pelemahan ekonomi dunia, perlambatan ekonomi China, harga komoditas, kenaikan Fed Fund Rate,secara gradual sehingga muncul risiko lain dana yang ada di dunia akan mengalir keluar dan memberi tekanan terhadap Indonesia," jelas Agus. (Fik/Gdn)
Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Dwityapoetra Soeyasa Besar meramal pertumbuhan ekonomi global tahun depan berada pada angka 3,8% setelah selama beberapa waktu terkahir berada di bawah 3,5%. Kondisi ini, kata dia, dikarenakan kondisi ekonomi di benua Eropa sudah kian membaik tahun depan meliputi perdagangan dan industri mereka. "Kalau dilihat dari informasi mengenai pertumbuhan ekonomi global, sebelumnya di posisi 2014, 3,3%, kemudian Oktober 2015 turun menjadi 3,1%, tapi di 2016 akan naik lagi jadi 3,8%. Pertama karena kondisi di Eropa membaik. Jadi permintaan domestik naik, manufaktur ekspansif dan ada quantitative easing, meski tidak sesuai ekspektasi pelaku pasar," katanya di BI, Jakarta, Kamis (10/12/2015).
Di sisi lain, melihat kondisi di Jepang dan China masih akan relatif melemah tapi di Amerika Serikat (AS) akan membaik meski ekspnasi manufaktur melemah. "Namun, meski ekspansi manufaktur mereka melemah, di tenaga kerja membaik. Dan assesment Fed bahwa pertumbuhan ekonomi AS akan membaik, ini akan mendorong permintaan global, karena kita tahu penyebab permasalahan global terkait rendahnya harga komoditas karena ekonomi di negara maju alami pelemahan," jelas dia.
Meski demikian, perbaikan-perbaikan di negara-negara maju seperti di Amerika Serikat dan Eropa akan mendorong perdagangan internasional menjadi lebih dinamis. "‎Akan ada perbaikan harga dari sisi komoditas dan kestabilan di sisi potensi bisnis-nya. Jadi, akan menambah confident," pungkasnya.

Daftar Pustaka :
 http://m.merdeka.com/uang/prediksi-ekonomi-2016-bi-lebih-pesimis-dibanding-pemerintah.html
http://m.liputan6.com/bisnis/read/2375664/ini-tantangan-ekonomi-indonesia-di-2016-versi-bi
http://ekbis.sindonews.com/read/1068409/35/ini-ramalan-bi-soal-ekonomi-global-2016-1449740660
http://m.merdeka.com/uang/di-bawah-pemerintah-lps-prediksi-pertumbuhan-2016-53-persen.html


Komentar

Postingan Populer